Jumat, 02 Desember 2016

Gopek, Merek Teh dari Dua Sumber

Gopek, Merek Teh dari Dua Sumber



Merek ini bermakna ganda karena diambil dari dua sumber. Pertama, pucuk daun teh yang bagus alias Golden Orange Pekoe, lalu dari nama tengah lima pemuda keluarga Kwee, yaitu Kwee Pek Tjoe, Kwee Pek Hoey, Kwee Pek Lioe, Kwee Pek Lo, dan Kwee Pek Yauw. Kwee Pek Tjoe, anak tertua, mengusulkan usaha keluarga ini pada 1940. Tadinya Kwee Pek bekerja sebagai staf administrasi di perusahaan perkebunan teh di Slawi, Jawa Tengah.

Ketika Teh Gopek diserahkan ke generasi kedua, Kwee Pek Tjoe menunjuk anaknya Hantoro sebagai penerus bisnis. Tapi bisnis keluarga ini tak selamanya mulus. Ada anggota keluarga menggunakan modal bukan untuk berbisnis. Walhasil, pada masa generasi kedua (1940-1998) Gopek sangat tertinggal dibanding pesaingnya, seperti Sosro dan Dua Tang. Teh Gopek baru bangkit pada 1998, setelah Hantoro lengser dan menunjuk putra tunggalnya, Soediono, sebagai ahli waris bisnis keluarga itu.

Di tangan Soediono, nilai penjualan teh ini terus menggelembung. Sebelumnya pertumbuhan penjualan Teh Gopek hanya berkisar dua persen, di zaman Soediono bisa mencapai 20 persen. Keberhasilan ini tak lepas dari perjuangan Soediono menghadapi pesaing tangguh. Dari trik yang halus hingga paling kasar: para pesaing memborong teh—termasuk Teh Gopek—dan menghancurkan hadiah gelas yang mereka siapkan untuk pedagang. (sumber)


Baca Artikel Produk Domestik Lainnya di Ayopreneur.com

Kamis, 01 Desember 2016

Siroop Tjap Buah Tjampolay, Khas Cirebon

Siroop Tjap Buah Tjampolay, Khas Cirebon




"Rasanja sedap, baoenja wangi." Itulah yang tertera dalam kemasan sirup Tjap Buah Tjampolay. Minuman legendaris asal Cirebon ini pertama kali dibuat oleh Tan Tjek Tjiu pada 11 Juli 1936. Hingga kini kemasan dan labelnya tak berubah.

Ketika Tjiu meninggal pada 1964, perusahaan ini sempat berhenti beroperasi enam tahun. Baru pada 1970 usaha ini hidup kembali di tangan Setiawan, anak Tjiu. Namun tak lama kemudian mati lagi. Baru pada 1983 Tjampolay bangkit lagi. Kali ini pabriknya dipindahkan ke daerah Lawang Gada, Cirebon, Jawa Barat.

Syukurlah, bisnis kembali cerah. Setiawan menyerahkan usahanya ke anaknya, Budiman. Kini Tjampolay kian berkibar di tangan pemilik generasi ketiga. Sirup yang semula hanya ada tiga rasa—rossen, asam jeruk, dan nanas—kini menjadi sembilan: pisang, susu, melon, leci, jeruk nipis, kopi moka, dan mangga gedong, yang menjadi ciri khas kota ini. Tjampolay dipercaya karena menggunakan gula murni. Karena itu, jika sudah dibuka kemasannya, sirup akan cepat mengkristal.

Itu sebabnya, Budiman tak berani mengekspor produknya ke luar negeri. Kini pabriknya ada di Perumnas Elang Raya, Cirebon. Di area seluas 300 meter persegi inilah sirup Tjampolay diproduksi sampai 1.200 botol per hari. (sumber)


Baca Artikel Entrepreneurship Lainnya

Senin, 21 November 2016

Dji Sam Soe, Raja Kretek Indonesia

Dji Sam Soe, Raja Kretek Indonesia




Di rumah yang beralamat di Jalan Ngaglik, Surabaya, Jawa Timur ini Liem Seeng Tee, pendiri HM Sampoerna, mengawali sejarah pada 1927. Rumah ini selain menjadi tempat tinggal—dulunya berfungsi sebagai gudang tembakau dan pabrik rokok. Selama lima tahun, Seeng Tee menguji berbagai campuran rempah dan cengkeh di rumah ini. Dji Sam Soe salah satu produknya. Dari rumah ini pula Dji Sam Soe mulai diproduksi secara masif.

Formula rokok ini dibuat 15 tahun sebelumnya, saat Seeng Tee masih bekerja di pabrik rokok kecil di Lamongan. Tugasnya kala itu meracik dan melinting rokok. Belakangan, racikannya menjadi cikal-bakal formula Dji Sam Soe.

Penghasilannya di pabrik ditabung untuk menyewa warung di Jalan Cantian Pojok (kini Jalan Pabean Cantian, Surabaya). Berukuran empat meter persegi, beratap ilalang dan bertiang bambu, warung tanpa dinding ini menjual aneka makanan dan minuman. Replika warung itu kini dapat dilihat di House of Sampoerna di Jalan Taman Sampoerna, Surabaya.

Hidup Seeng Tee tidak cuma bersandar dari warung. Ia dan istrinya, Tjiang Nio, mencampurkan rempah-rempah, seperti cokelat, vanili, pala, kayu manis, dan cengkeh, ke dalam tembakau. Campuran ini dilinting dengan tangan menjadi rokok.

Berbekal sepeda onthel, pria kelahiran Provinsi Hokkian, Cina daratan, itu berkeliling Surabaya berjualan rokok. Oleh Tjiang Nio, perempuan yang dinikahinya pada 1912, uang hasil usaha itu disimpan di dalam tiang bambu penyangga rumah. Sebagian tabungan digunakan kembali untuk membeli tembakau. Agar usahanya berkibar, Seeng Tee membentuk badan hukum Handel Maatschappij Liem Seeng Tee pada 1913. Nama ini kemudian menjadi PT Handel Maatschappij Sampoerna dan setelah perang kemerdekaan usai, namanya berubah menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna.

Pemilihan kata Sampoerna, memiliki dua makna. Kata itu merupakan ejaan dari kata "sempurna". Kedua, kata ”sampoerna” berjumlah sembilan huruf. Orang Cina percaya bahwa sembilan merupakan angka keberuntungan.

Kemasan Dji Sam Soe memang sarat dengan angka sembilan. Berasal dari bahasa Hokkian, Dji Sam Soe berarti dua, tiga, dan empat. Bila dijumlahkan, hasilnya sembilan. Logo kemasan berupa sembilan bintang.

Dari Ngaglik, Seeng Tee pindah ke kawasan Jembatan Merah pada 1932. Ia membeli bangunan milik Jongens Weezen Inrichting, yayasan panti asuhan milik pemerintah kolonial Belanda. Di atas lahan 1,5 hektare, pabrik sekaligus tempat tinggal dibangun pada 1864. Sejak beberapa tahun lalu, gedung itu berfungsi sebagai Museum House of Sampoerna.

Sejak itu, usaha Seeng Tee makin moncer. Dengan 1.300 karyawan, produksi pada 1940 menembus 3 juta batang per minggu. Menurut Hermawan Kartajaya, Yuswohady, dan Sumardy dalam buku 4-G Marketing: A 90-year Journey of Creating Everlasting Brands, Dji Sam Soe bahkan pernah menjadi ”mata uang” pedagang masa itu karena nilainya lebih stabil ketimbang mata uang resmi. Permintaannya membeludak. Agen harus menunggu dua-tiga minggu untuk memperoleh pesanan.

Usaha rokok Seeng Tee berantakan setelah Jepang masuk pada 1942. Ia ditahan dan menjalani kerja paksa di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pabriknya digunakan buat memproduksi rokok merek Fuji untuk tentara Jepang. Beruntung, seluruh keluarganya selamat dalam persembunyian. Seusai perang, pabrik dalam kondisi porak-poranda. Harta keluarga dan perusahaan dirampas Jepang. Satu-satunya aset cuma merek dagang Dji Sam Soe. Seeng Tee berusaha menata kembali usahanya. Berkat merek ini, mitra bisnis Seeng Tee kembali berdatangan. Mereka menyuplai cengkeh, tembakau, dan bahan baku lain.

Perlahan-lahan Dji Sam Soe kembali berkibar. Pada 1949, pabrik sudah pulih seperti semula. Situasi ini cuma berlangsung hingga 1956. Setelah Seeng Tee meninggal pada tahun itu, Sampoerna jeblok. Mesin pelinting tidak beroperasi. Pekerja tidak mencapai 150 orang. Tiga tahun kemudian, pabrik ditutup karena pailit.

Roda bisnis keluarga Sampoerna kembali bergerak setelah Liem Swie Hwa, putra tertua Seeng Tee, meminta adiknya, Liem Swie Ling yang telah membuka perusahaan rokok merek Penamas di Bali memindahkan perusahaan rokoknya ke Malang pada 1965. Di tengah kuatnya arus rokok putih di pasar, Swie Ling berkonsentrasi membesarkan kembali Dji Sam Soe.

Swie Ling alias Aga Sampoerna memulai dari nol: membeli tembakau secara tunai, menjual rokok dengan tunai, dan membangun perusahaan berdasarkan arus kas harian. Nama besar Dji Sam Soe menjadi penyelamat. Agen kembali berdatangan.

Dalam 12 tahun, pabrik kian berkembang. Karyawan lebih dari 1.200, dengan produksi 1,3 juta batang rokok per hari. Ia berpedoman tidak boleh ada rokok menginap di pabrik meski sebagai persediaan. Produksi hari itu harus dijual hari itu juga. Hasilnya, Dji Sam Soe untung US$ 200 ribu per bulan.

Pada 1977, Aga mulai melibatkan Putera Sampoerna, anak bungsunya. Salah satu terobosan Putera adalah meniadakan agen dari rantai distribusi. Ia membuat fasilitas produksi terpadu seluas 153 hektare di Sukorejo, Jawa Timur, dan membeli tembakau langsung dari petani. Ia juga mengubah usaha menjadi perusahaan terbuka. Hasilnya, penjualan Dji Sam Soe meroket dari 21 juta batang per minggu pada 1980 menjadi 64 juta batang per minggu pada 1991. Pada 2000, penjualan Dji Sam Soe menembus 18,9 miliar batang per tahun.

Kunci keberhasilan penjualan, terletak pada konsistensi perusahaan dalam mengkomunikasikan kualitas merek ke pelanggan. Alhasil, citra yang tertancap di pelanggan selalu sama yang menciptakan loyalitas konsumen.

Tradisi angka sembilan juga dipertahankan. Mobil Rolls-Royce milik Aga, misalnya, berpelat nomor SL-234. Semua mobil pabrik di Sukorejo dan Rungkut memakai pelat nomor yang bila dijumlahkan hasilnya sembilan. Luas tanah di pabrik Sukorejo hasilnya sembilan. Penjumlahan saham Sampoerna ke publik juga sembilan.

Beberapa tahun lalu, saat berada di puncak, Putera melepas 40 persen saham HM Sampoerna-—induk Dji Sam Soe—-ke Philip Morris. Kapitalisasi pasarnya ketika itu US$ 5 miliar. Perusahaan Amerika Serikat yang terkenal dengan merek Marlboro itu merogoh kocek US$ 2 miliar. (sumber)


Baca Artikel Produk Domestik Lainnya

Jumat, 18 November 2016

Kopi Kapal Api, Berawal dari Pasar Pabean

Kopi Kapal Api, Berawal dari Pasar Pabean




Kopi Kapal Api berawal dari tahun 1927 sebagai kopi dalam kemasan tanpa merk di Pasar Pabean, Surabaya. Dikarenakan mutu yang selalu terkendali produk tersebut disambut secara antusias oleh pasar. Pada saat itu, pasar di Indonesia belum pernah mendapatkan pilihan kopi dengan kualitas sebaik Kapal Api.

Ramuan istimewa Kapal Api menawarkan kualitas yang terbaik, rasa yang mantap dan aroma yang memikat. Merupakan produk yang tepat untuk mengawali bangun pagi dan sekaligus menemani sepanjang hari.

Kapal Api dibuat dari biji kopi pilihan serta diolah secara khusus. Kapal Api memberikan standar baru dalam menikmati rasa dan sensasi secangkir kopi.

Untuk memenuhi kebutuhan akan kenikmatan kopi, konsumen kini mendapatkan pilihan yang beragam mulai dari Kapal Api Special (kopi bubuk murni), Kapal Api Special Mix (kopi plus gula), Kapal Api Kopi Susu (kopi, gula dan susu) sampai ke produk yang baru saja diluncurkan, Kapal Api Mocha (kopi, gula, susu dengan campuran coklat).

Produk berkualitas prima yang didukung penuh oleh manajemen yang handal serta distribusi yang merata, Kapal Api kini bukan hanya memimpin pasar di Indonesia, namun juga telah berhasil memasuki pasar-pasar di Asia Tenggara dan dunia. (sumber)


Baca Artikel Produk Domestik Lainnya

Selasa, 15 November 2016

Indomie, Raja Mi Instan Indonesia


Indomie, Raja Mi Instan Indonesia



Anda tentunya mengenal Indomie. Ya, merek mi instan yang mungkin sering Anda santap setiap hari. Nyaris tiada satupun penduduk Indonesia yang tidak mengenal merek ini.

Indomie dapat dikatakan sebagai merek mi instan terpopuler di Indonesia, bahkan merek ini sudah menjadi sebutan tersendiri bagi mi instan. Meskipun merujuk pada mi instan lain, orang seringkali menyebutnya Indomie.

Akibat populernya Indomie, tak ayal kontribusi penjualannya terhadap pendapatan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. merupakan yang terbesar, yakni sekitar 28 persen. Yang menjadi favorit penjualan berasal dari produk Indomie Goreng.

Yang mungkin belum banyak diketahui, selain populer di Indonesia, Indomie juga sudah menembus pasar luar negeri seperti Asia, Australia, Amerika Serikat, Eropa, hingga Afrika.

Dalam merambah pasar internasional, Indofood membuka fasilitas produksi mie instan di berbagai negara, seperti di Jeddah, Saudi Arabia, dan Nigeria. Selain itu, Indofood juga memasarkan Indomie dengan menggunakan cara lisensi, seperti kepada Pinehill Arabia Food Limited di Arab Saudi dan De United Food Industries Limited di Nigeria. Kedua perusahaan itu memperoleh hak untuk menggunakan merek Indomie di negaranya masing-masing. Bahkan, di Nigeria, yang merupakan pasar mie instan terbesar ke-13 di dunia, Indomie sudah seperti makanan pokok dan dianggap sebagai makanan asli Nigeria sendiri. (sumber)


Baca Artikel Produk Domestik Lainnya di Ayopreneur